Senin, 13 Oktober 2014

Berkah Relokasi Industri

Berkah Relokasi Industri

Indonesia jangan, keburu senang dengan tren relokasi besar-besaran industri dari Tiongkok, terutama yang padat karya. Meski salah satu pemicunya adalah upah yang sudah tinggi, bisa dipastikan negara tujuan investasi yang dipilih bukanlah karena upah buruhnya murah. Kunci utamanya tetap produktivitas dan profitabilitas. Apalagi, negara komunis dengan penduduk terbesar di dunia itu juga masih berkepentingan untuk mengalihkan investasi ke daerah perdesaannya.

Produktivitas dan profitabilitas yang tinggi itu hanya terjadi jika Pemerintah Indonesia mendukung tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur transportasi yang efisien, pasokan energi murah, hingga ketersediaan lahan yang clear and clean. Faktor penting yang lain adalah kepastian hukum, stabilitas politik, simplifikasi perizinan, dan kemudahan berusaha; yang hanya bisa diwujudkan dengan dukungan birokrasi yang bersih dan profesional. Selain itu, kecerdikan dalam memanfaatkan kekuatan sumber daya alam dan konsumsi domestik yang besar, dengan reformasi regulasi yang memihak kepentingan nasional.

Tren relokasi besar-besaran industri dari Tiongkok ini harus mendapat perhatian khusus dari Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla. Peluang besar ini harus cerdik kita manfaatkan untuk memperbaiki struktur fundamental ekonomi Indonesia agar tidak tergelincir di tengah melebarnya defisit transaksi berjalan dan gejolak ketidakpastian kenaikan suku bunga AS tahun depan. Apalagi, pertumbuhan ekonomi RI terus merosot dari potensinya yang bisa di atas 7%.

Dilihat dari skala investasi, potensi relokasi industri dari Tiongkok luar biasa besar jika kita cerdik mengajak kerja sama . lihat saja, begitu Indonesia tegas mewajibkan pembangunan smelter untuk program hilirisasi industri mineral di dalam negeri, investasi pun mengalir dari Negeri Tirai Bambu itu.

Larangan ekspor mineral mentah membuat industri Tiongkok yang membutuhkan banyak produk logam terpaksa memburu bahan baku ke Indonesia. Selain balian baku mineral dan yang lain di Nusantara melimpah, pasar domestik yang besar juga menarik bagi investor RRT. Apalagi, negeri ini makin prospektif untuk menjadi basis produksi dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean tahun depan.

Tak heran, di Sulawesi saja, sudah ada 20 perusahaan asal

RRT yang siap menggelontorkan investasi sedikitnya US$ 10 miliar untuk industri mineral. Ini belum dari potensi industri ikutannya, seperti industri berbasis ulat sutera yang akan digarap para wanita dari keluarga pekerja yang mayoritas laki-laki.

Namun demikian, bagi Indonesia yang memiliki bonus demografi dengan porsi angkatan kerja lebih besar dan kelas menengah 50 juta orang lebih, investasi RRT itu masih sangat kecil. Bandingkan saja dengan kepiawaian kota bisnis London, yang mampu menggaet investasi RRT US$ 90 miliar.

Setidaknya, arus relokasi industri manufaktur seperti elektronik, mainan, alas kaki, serta tekstil dan produk testil (TPD dari Tiongkok harus mengalir ke Indonesia. Tambahan ekspor dari sini saja bisa mencapai US$ 10 miliar setahun, yang bisa langsung menutup defisit neraca perdagangan RI. Manufaktur yang berbasis padat karya ini juga membantu menyerap tenaga kerja kita yang besar, sehingga mengurangi pengangguran dan kemiskinan di Tanah Air.

Untuk itu, pemerintah dari pusat hingga daerah harus satu tindakan, yakni membuat Indonesia menjadi negara yang nyaman untuk berinvestasi. Komponen bangsa yang lain juga harus mendukung, mulai dari DPR, aparat penegak hukum, hingga masyarakat biasa.

Birokrasi perizinan di Indonesia yang masih berbelit dan berongkos mahal harus dipermudah dalam satu pintu, misalnya lewat Badan Koordinasi Penanaman Modal. Perizinan ini tak hanya harus bebas biaya, namun juga ada kepastian waktu keluarnya perizinan, misalnya maksimal satu minggu.

Selain itu, pembangunan infrastruktur yang lamban harus diambil alih langsung di bawah presiden, untuk memangkas birokrasi berbelit-belit yang bisa memakan waktu puluhan tahun. Dengan adanya jaminan dan koordinasi yang lebih kuat, investor besar dari luar maupun domestik pun akan tertarik untuk ikut kerja sama investasi.

Namun, hal itu hanya bisa terlaksana jika pemerintahan mendatang dijalankan dengan efisien, dengan didukung zaken kabinet. Semua menteri harus bersih, bebas korupsi, profesional, cerdas memimpin, dan berani menghabisi semua mafia di semua Uni. Semua program juga harus segera dijalankan, mulai dari pemangkasan subsidi bahan bakar yang luar biasa besar, percepatan pembangunan infrastruktur, pengembangan teknologi dan inovasi, hingga peningkatkan pendidikan dan keahlian SDM.

redaksi



source : Investor Daily Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar