DPD Ingin Ketua MPR Dipilih Lewat Musyawarah
PPP merapat ke Kubu Jokowi, DPD jadi penentu bursa ketua MPR.
Jakarta | Jumal Nasional
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) RI siap memperjuangkan mekanisme musyawarah untuk mufakat dalam pemilihan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Periode 2014-2019. DPD juga keukeuh mengajukan Oesman Sapta Odang sebagai calon Ketua MPR.
Ketua DPD, Irman Gus-man, menegaskan, pihaknya sudah berkomunikasi dengan semua partai politik, baik dari Koalisi Indonesia Hebat (KIH) maupun Koalisi Merah Putih (KMP). " Kita akan perjuangkan musyawarah untuk mufakat. Saya sudah berkomunikasi dengan semua kubu. Kalau dalam keadaan terpaksa harus voting, hitung-hitungan kita cukup aman. Tapi, saya tidak mau kemukakan di sini, ini hanya untuk internal. Marilah kita jaga soliditas bersama demi kepentingan bangsa dan negara," tegas Irman di Gedung DPD RI Jakarta, Selasa (7/10).
Namun, ditegaskan Irman, apabila pimpinan MPR dihasilkan melalui voting maka akan mencederai marwah MPR sebagai lembaga permusyawaratan rakyat. "Sesuai namanya, tentu kami menginginkan dalam proses pemilihan tersebut harus dikedepankan yang namanya musyawarah," kata Irman di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pemilihan pimpinan di MPR berbeda dengan proses di DPR maupun DPD yang tidak terasa nuansa musyawarahnya. "DPR dan DPD itu berbeda karena pemilihannya secara langsung sedangkan MPR berdasarkan musyawarah dan mufakat," katanya.
Irman juga memastikan, Oesman Sapta Odang sebagai perwakilan DPD di paket pimpinan MPR. Menurut dia, nama Oesman Sapta itu dihasilkan dari mekanisme internal DPD. "Kalau ada nama lain maka akan mendapatkan sanksi dari Badan Kehormatan (DPD)," ujarnya.
Menurut dia, Oesman Sapta memiliki rekam jejak yang baik dibandingkan delapan nama lain yang diajukan DPD. Selain itu, Oesman memiliki dukungan terbanyak dari internal DPD untuk diajukan sebagai pimpinan MPR.
"Faktanya Oesman ini suara dukungannya banyak, beliau pernah jadi wakil MPR, dibandingkan yang lain kan
dia sudah punya track record (rekam jejak) sendiri," tukasnya.
Namun, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Prabowo Subianto, membantah bahwa Oesman Sapta merupakan satu-satunya calon pimpinan MPR yang mewakili DPD. Menurut Prabowo, masih ada dua orang lain dari DPD untuk diajukan sebagai pimpinan MPR. "Anda salah memahami, mereka (DPD) mengajukan tiga nama. Satu (Oesman) itu prioritas, tapi ada nama cadangan," kata Prabowo seusai menggelar pertemuan tertutup dengan pimpinan Fraksi Partai Gerindra, di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (7/10).
Prabowo juga mengaku sudah mengantongi namanama kandidat calon pimpinan MPR. Tapi, dia tidak bersedia menyebutkan siapa saja calon yang akan diusung oleh Koalisi Merah Putih (KMP). "Kita tetap mempertahankan nilai-nilai Pancasila dalam pemilihan pimpinan MPR ini. Insya Allah kami berjuang. KMP mempertahankan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945, itulah yang kami perjuangkan," ungkapnya.
Soal tidak adanya kandidat dari Partai Gerindra dalam susunan pimpinan MPR RI, Prabowo menegaskan tidak mempermasalahkannya, dan sejak awal Gerindra legowo tidak ada kadernya di MPR RI. "Gerindra lebih meng-utamakaan kepentingan bangsa, negara, dan Pancasila. Meski dari segi persentase
seharusnya Gerindra berhak mendapatkan jabatan itu. Jabatan tidak penting. Kami legowo, tidak ada masalah," tambahnya.
PPP Pastikan ke KIH
Dinamika pemilihan Ketua MPR juga diramaikan dengan langkah Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang menyeberang dari Koalisi Merah Putih (KMP) ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Sekretaris Jenderal PPP, Romahurmuziy, mengatakan, partainya ditinggalkan KMP dalam menentukan pimpinan MPR sehingga menyeberang ke KIH.
"Posisi kami 90 persen tidak lagi dalam konteks pemilihan pimpinan MPR yang tidak diterima KMP," kata Romahurmuziy atau Romy saat ditemui di Ruang Fraksi PPP.
Dia mengatakan, selama sepekan, PPP selalu melakukan komunikasi politik di KMP untuk mengusahakan posisi pimpinan MPR. Namun, menurut dia, hingga Selasa sore, KMP tetap pada keputusan tidak memasukkan PPP dalam paket pimpinan MPR yang diajukan KMP.
"PPP sudah pada titik kulminasi yang telah melakukan perjuangan selama berminggu-minggu dalam rapat KMP dan sirna dalam sepekan ini karena kami minta jabatan pimpinan MPR sesuai kesepakatan, namun tidak ada fraksi di KMP yang bersedia," ujarnya.
. Menurut dia, melihat situasi itu, maka Fraksi PPP di MPR ambil sikap untuk mem-
pertahankan marwah dan martabat partai dengan bergabung ke KIH. " KIH menyambut baik dengan melakukan komunikasi dengan kami dan menawarkan kemungkinan paket pimpinan MPR," ujarnya.
Dia menjelaskan, Selasa (7/10) sore, masing-masing pihak dari KIH dan KMP menemui pimpinan Fraksi PPP untuk membicarakan arah koalisi. Kedua koalisi itu, menurut dia, menanyakan sikap PPP dalam bursa pimpinan MPR. "Kami sampaikan sikap PPP yang ingin mempertahankan marwah partai. Kami hargai sikap KMP yang tidak memasukkan kami dalam paket pimpinan MPR," katanya.
Namun, Romy memastikan, kesepakatan yang dilakukan PPP dan KIH hanya dalam format pimpinan MPR, tidak jauh dalam pembagian jatah kursi di kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Dengan bergabungnya PPP ke KIH, maka koalisi dibawah kepemimpinan PDIP tersebut bertambah suara menjadi 247, tanpa mengikutsertakan DPD. Namun, KIH tetap kalah suara dari KMP yang memiliki suara 313.
Dengan peta seperti itu, DPD menjadi pihak yang menentukan. Jika KMP menolak pencalonan Oesman Sapta, ada kemungkinan DPD merapat ke KIH yang menerima pencalonan Oesman Sapta. Bila itu yang
terjadi, bukan tidak mungkin, bahkan dipastikan, KIH akan memenangkan bursa pemilihan Ketua MPR bila dilakukan voting.
Namun, setelah PDIP menyatakan keinginannya agar pemilihan Ketua MPR dilakukan secara musyawarah untuk mufakat, Partai Demokrat (PD) juga menegaskan hal yang sama.
Menurut Ketua Fraksi Partai Demokrat, Edhie Baskoro Yudhoyono, pilihan itu. dilakukan karena MPR merupa-
kan lembaga terhomat dan dituakan. "Karena kita meyakini di lembaga yang sangat terhormat, lembaga permusyawaratan, termasuk lembaga yang dituakan. Oleh karena itu, kami berharap dan menginginkan agar terjadi musyawarah mufakat. Partai Demokrat juga menginginkan adanya satu kesatuan menginginkan MPR sebagai lembaga yang menyejukkan bagi bangsa kita," ujarnya.
Rhama Deny/Yanuar Jatnika
source : Jurnal Nasional
Senin, 13 Oktober 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar