Situasi Politik gaduh, investor mengeluh
Situasi politik membuat investor wait and see.
Tiga pekan menjelang pelantikan Joko Widodo dan Jusuf Kalla (Jokowi-
JK) sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI terpilih, suasana politik di dalam negeri justru kian gaduh. Riuh rendah rivalitas Koalisi Indonesia Hebat (KIH) versus Koalisi Merah Putih (KMP) pada pemilihan presiden beralih ke parlemen.
Di gedung kura-kura, sebutan kantor wakil rakyat, pertarungan diawali dari pengesahan Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3) yang dinilai menguntungkan kubu oposisi alias KMP pada 8 Juli 2014 lalu.
Tensi politik pun bertambah tinggi saat kedua kubu koalisi bertarung dalam pengesahan UU Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akhir September lalu. "Perkelahian" ini akhirnya dimenangkan KMP yang dimotori Fraksi Partai Gerindra
Situasi politik makin mendidih saat perebutan ketua dan wakil ketua DPR awal Oktober lalu. Lagi-lagi, KMP memenangkan pertarungan melawan HH. Dan, kian memanas ketika pemilihan pimpinan MPR, Rabu (8/10) lalu. Cerita berulang. Meski mendapat dukungan tambahan dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan DPD, KIH yang dikomandoi Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) kalah lagi menghadapi KMP.
Lemahnya pengaruh partai pendukung Pemerintah Jokowi-JK di DPR pun membangkitkan ketidakpercayaan pasar. Ini terlihat pada aksi jual yang melanda pasar saham selama sebulan terakhir. Alhasil, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak terkoreksi.
Indeks memang sempat melejit pasca penetapan Jokowi-Kalla sebagai pemenang pemilihan presiden (pilpres). Kepercayaan pasar meningkat seiring keyakinan yang besar terhadap pemerintahan yang baru. Indeks bahkan sempat menembus rekor tertinggi di 5.246.
Tapi, setelah itu indeks turun tajam di bawah 5.000, hingga mencapai level 4.949, Jumat (3/10) pekan lalu. Pasar pun kembali merespon negatif terhadap hasil pemilihan pimpinan MPR. Pada perdagangan Rabu (8/10), IHSG ditutup melemah 1,48% ke level 4.958.
Posisi nilai tukar juga setali tiga uang. Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia (BI), mata
uang garuda terus mengalami pelemahan terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Jika pada 10 September rupiah masih berada di posisi Rp 11.782 per dollar AS, di transaksi 8OktoberdiRpl2.241.
Resah impeachment
Menurut Muhammad Alfatih, analis Samuel Sekuritas, konflik politik memang cukup mempengaruhi IHSG. Investor asing khususnya tengah memperhatikan sejauh mana pemerintahan yang baru bisa merangkul lawan politiknya, dan tetap menjalankan kebijakan yang dicanangkan sejak kampanye pilpres. Sebab, jika pemerintahan anyar tidak bisa merangkul oposisi, program-program mereka bisa terkendala.
Berdasarkan duta. Bloomberg, sejak hot money masuk dengan deras ke pasar saham kita hingga mencatat nel buy sebanyak Rp 4,19 triliun pada 10 Juli 2014, dana asing tersebut perlahan keluar hingga mencatatkan minus alias nett sale sepanjang Agustus-September.
Ya, konflik berkepanjangan antara DPR dan pemerintah memang pernah menjadi horor dalam sejarah pasar modal di Indonesia. Mandiri Sekuritas mencatat, saat Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur berkonflik dengan parlemen, IHSG mengalami masa kemarau selama satu setengah tahun. Tidak tanggung-tanggung, indeks melorot 49% year on year (yoy) dari tahun 2000 sampai tahun 2001. Secara bersamaan, pada periode suram tersebut, Indonesia juga dyauhi oleh investasi riil.
Wajar jika investor memilih hengkang dari investasi berisi-
ko tinggi. Dan, sejauh ini Indonesia seakan kehilangan sentimen positif. Tambah lagi, rumor boikot pelantikan Jokowi-JK pada 20 Oktober hingga impeachment MPR terhadap presiden terpilih mencuat ke permukaan. John Rachmat, pengamat pasar modal yang juga Kepala Riset Mandiri Sekuritas, pun memprediksikan, IHSG akan terus melemah sepanjang Oktober ke level 4.800.
Eric Sugandi, Ekonom Standard Chartered, membenarkan jika investor asing sempat resah dengan rumor pemboikotan pelantikan dan impeachment
tehadap Jokowi. Namun, penjelasan dari stake holder dalam negeri dalam beberapa kesempatan berhasil menenangkan pasar. Contohnya, penegasan Ketua MPR yang baru Zulkifli Hasan yang akan mensukseskan pelantikan Jokowi.
Dalam beberapa kesempatan pertemuan dengan investor asing, Eric juga menjelaskan jika proses impechmenl terhadap Presiden tidaklah gampang. "Situasinya juga berbeda dengan zaman Gus Dur yang masih dalam masa transisi. Saat ini sistem politik kita lebih kuat dan stabil," ujarnya
Makanya, Eric optimistis jika investor asing sebenarnya tidak
sepenuhnya hengkang dari pasar saham dalam negeri. Indikasinya terlihat dari pergerakan nilai tukar rupiah dan pasar saham yang tidak sejalan. Seharusnya, kalau asing benar-benar minggat dari pasar keuangan, ketika IHSG terkoreksi rupiah ikut melemah karena asing mengonversinya ke dalam dollar negeri uwak SAM. Sementara catatan Eric menunjukkan, rupiah justru tidak terjerembab ketika IHSG terkoreksi beberapa waktu lalu.
Itu sebabnya, Yanuar Rizky, pengamat pasar uang, meminta pasar tidak panik merespon isu politik. Memang, isu politik dalam negeri bisa mempengaruhi iklim investasi. Tapi kali ini, gonjang-ganjing pasar tidak cuma punya satu faktor. Selain geopolitik seperti situasi di Ukraina sedang tidak bagus, faktor global semacam rencana Bank Sentral AS, The Fed, menaikkan suku bunga sangat mempengaruhi pasar modal dan pasar uang kita
Ketidakpastian
Toh, Sofjan Wanandi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), memandang konflik politik berkepanjangan bisa mengakibatkan ketidakpastian. Padahal, Apindo merekam tingginya semangat investor dari dalam dan luar negeri ketika Jokowi-Kalla keluar sebagai pemenang pilpres.
Keributan politik saat, ini menyebabkan masalah rivalitas yang tidak sehat dan dikhawatirkan menimbulkan ketidakstabilan politik jangka panjang "Apapun itu, pengusaha paling sensitif pada kestabilan politik dan keamanan. Itu sebenarnya
adalah prinsip pengusaha," ujar Sofjan menegaskan.
Menurut pengusaha kawakan ini, selama keduanya tidak dijaga, investor baru yang berminat menanamkan modal di Indonesia akan mengambil sikap menunggu. Begitu juga pengusaha yang sudah terlebih dahulu menanamkan modal di negeri ini akan menunggu untuk melakukan ekspansi usaha
Proyeksi Sofjan, pengusaha akan menunggu hingga Jokowi-JK dilantik. Setelah memperoleh kepastian bahwa tidak ada gangguan terhadap kedudukan pemenang pilpres, kalangan bisnis akan melihat bagaimana struktur kabinet. Adanya tim yang baik, pasti membawa harapan baru sehingga pengusaha berinvestasi kembali. Terlebih, kabinet menunjukkan komitmen terhadap pengurangan de-
fisit anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) maupun neraca perdagangan.
Apalagi, jika Jokowi berani mengerek harga bahan bakar minyak (BBM), memotong subsidi, sehingga mengurangi tekanan pada APBN, pengusaha bisa diyakinkan situasi ekonomi kita membaik. Nah, bila ekspektasi pasar terhadap kinerja pemerintahan baru tercapai, ketakutan adanya ketidakstabilan politik bisa diredam.
Cuma, Sofjan mengatakan, tidak ada koalisi permanen dalam politik di Indonesia. Tahun depan konfigurasi politik sudah berubah karena ada musyawarah nasional (munas) dari sejumlah partai. Sebut saja, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Golkar.-"Ini bisa berubah, jadi kami menunggu itu.
Masalah ketidakpastian investor jangkanya enam bulan ke depan," kata SoQan.
Di mata pengusaha, meski tidak ada perubahan dalam peta politik, selama Jokowi berani melakukan pemotongan subsidi dan menghapus high cost economy, mereka akan kembali berinvestasi. Apalagi, Indonesia tetap menarik dari sisi konsumsi lokal yang besar.
Walau enggan menyebut nama, SoQan memberi bocoran, terdapat beberapa pengusaha Indonesia kelas kakap yang semula membangun pabrik di China dan Bangladesh lengah menunggu kepastian untuk kembali ke Indonesia Pengusaha tersebut, kini telah naik kelas menjadi industri high Irch di bidang garmen, elektronik, dan makanan minuman.
Politik masih gaduh?
Surtan Siahaan
source : Tabloid Kontan
Senin, 13 Oktober 2014
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar